Monday, December 10, 2018

Takut Ditolak Dan Dikritik

Ketakutan kedua yang kita pelajari semenjak kecil, yang kemudian menghipnotis seluruh sisa hidup kita, ialah takut terhadap penolakan atau kritikan.

Kita semua sensitif terhadap opini orang lain, terutama opini dan reaksi dari orang renta ketika kita beranjak dewasa. Orang renta seringkali memanfaatkan ketakutan kita ini, sebagai sarana untuk mengontrol dan memanipulasi anak-anaknya.

Cara yang mereka lakukan ialah dengan memperlihatkan atau menahan persetujuan dan dukungan, berdasarkan tingkah laris anak-anaknya ketika itu. Saat seorang anak melaksanakan atau menyampaikan sesuatu yang tidak disukai orang tuanya, mereka segera menolak dan mengkritik anak tersebut.

Karena persetujuan dan derma dari orang renta itu sangat penting bagi kesehatan emosional si anak, maka si anak akan segera terpengaruh dan menarik kembali tingkah lakunya, biar sanggup kembali mendapat cinta dan persetujuan.

Dalam waktu singkat, orang renta mulai terbiasa memanipulasi anak-anaknya dengan perlakuan "wortel dan cambuk" Mereka menggantinya dengan persetujuan dan penolakan, dengan kebanggaan dan kritikan, untuk mengontrol dan memanipulasi tingkah laris anak-anaknya.

Sebagai seorang anak, anda masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi. Anda cuma tahu satu hal. Cinta dan persetujuan orang renta itu sangat penting bagi kesejahteraan anda. Itu ialah kunci bagi kesehatan emosional anda.

Sehingga, anda jadi mencar ilmu bahwa, "Jika anda ingin dituruti, anda harus menurut." Sejak usia dini, anda mulai terbiasa menyesuaikan tingkah laku, biar sanggup mendapat persetujuan, dan menghidari penolakan, dari orang renta anda.

Persetujuan Orang Lain

Saat beranjak dewasa, anda semakin sensitif terhadap persetujuan dan penolakan orang lain, dimulai dari anggota keluarga, kemudian sobat dan kerabat. Remaja, terutama, sangat sensitif terhadap opini rekan sebayanya.

Dari pada memperlihatkan perilaku tidak takut, spontan, terbuka, tulus, dan ekspresif, mereka mulai mengatur tingkah laris dan menyesuaikannya dengan apapun yang akan disetujui oleh rekannya ketika itu.

Anak-anak tidak tahu mengapa orang tuanya bersikap menyerupai itu. Anak-anak hanya sanggup menyimpulkan bahwa..

"Setiap kali saya melaksanakan sesuatu yang tidak disukai ibu atau ayah, mereka berhenti mencintai ku. Karenanya, saya harus melaksanakan apapun yang menciptakan mereka bahagia. Aku harus menyenangkan mereka. Aku harus melaksanakan apapun yang mereka mau, jikalau saya ingin aman."

Perasaan ini menghasilkan apa yang disebut "dorongan contoh kebiasaan negatif," yang dicirikan oleh kata-kata, "Aku harus!"

Sebagai orang dewasa, belum dewasa yang menjadi korban dari penolakan atau kritikan destruktif, akan menjadi sangat sensitif terhadap perilaku dan opini orang lain. Mereka akan terus mengatakan, "Aku harus melaksanakan ini dan itu."

Saat takut ditolak menjadi ekstem, beliau menjadi hypersensitif terhadap opini orang lain, sehingga tidak sanggup mengambil satupun keputusan, sebelum beliau yakin bahwa semua orang di sekitarnya akan oke dan mendukung keputusan tersebut.

Seperti Rusa di Depan Lampu Sorot

Situasi terburuk, yang cukup umum bagi sebagian besar orang, ialah kombinasi dari perasaan "Aku harus" tapi "Aku tidak bisa." Orang tersebut merasa beliau harus melaksanakan sesuatu biar disetujui oleh orang yang dianggap penting dalam hidupnya

Tapi disaat bersamaan, beliau takut mencoba sesuatu yang baru, sampai jadi sangat sensitif terhadap reaksi dan komentar orang sekitar. Akar penyebab dari kebiasaan negatif ini hampir selalu berasal dari "kritikan destruktif" di masa kecilnya.

Dan seringkali, kritikan destruktif itu ditemani dengan eksekusi fisik. Pada kedua kasus, anak tersebut sangat cepat kehilangan spontanitas alaminya, dan menjadi sangat takut dan sensitif terhadap orang lain.

Semua jenis ketakutan yang menghalangi orang - takut rugi, miskin, malu, konyol, sakit, kehilangan cinta, meraih kesempatan, memulai sesuatu yang gres - berasal dari rasa takut terhadap kegagalan dan penolakan yang dimulai semenjak kanak-kanak.


Baca Juga: Menambah Size Limit Plugin All-in-One WP Migration

No comments:

Post a Comment