Sunday, December 9, 2018

Terima Diri Anda

Pengakuan atas nilai diri anda yang bahu-membahu yaitu faktor penting lainnya untuk membangun keyakinan diri.

Fakta kehidupan memperlihatkan bahwa Anda tidak akan pernah bisa "lebih baik" dibanding rasa percaya diri anda; yaitu, bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain, berdasarkan tingkat penerimaan diri anda. 

Perasaan ini intinya tidak disadari dan telah diprogram ke dalam pikiran bawah sadar anda sejak kanak-kanak.

Rasa percaya diri yang positif bukanlah penerimaan diri secara intelektual akan talenta atau pencapaian seseorang. Melain penerimaan diri secara personal.

Meningkatkan rasa percaya diri itu bukanlah sebuah perjalanan ego. Anda tidak sedang jauh cinta pada diri sendiri dalam sebuah rasa yang egois.

Anda hanya menyadari bahwa diri anda benar-benar individu yang unik dan berharga; seseorang yang merasa tidak perlu mengesankan orang lain dengan cara memamerkan pencapaian atau harta bendanya.

Malah sebenarnya, orang yang selalu membual dan menyombongkan diri itulah yang sedang mengalami salah satu tanda-tanda klasik dari rasa percaya diri yang kurang.

Dipermukaan, banyak orang yang sepertinya mempunyai rasa percaya diri yang positif atau tinggi. Padahal bahu-membahu tidak.

Salah satu peristiwa terbesar di masa kini ini menyangkut para pemimpin, guru, penemu, seniman, dan orang-orang yang telah memperlihatkan donasi yang besar terhadap kemanusiaan, namun menjadi korban dari rasa percaya dirinya yang rendah.

Sebagian dari orang-orang yang paling dikagumi dalam sejarah telah menjadi pecandu narkotik, alkohol, dan bahkan melaksanakan bunuh diri hanya untuk melarikan diri dari dirinya sendiri yang tidak pernah bisa mereka terima dan berkembang menjadi kebencian.

Mengembangkan rasa percaya diri yang positif itu bukan cuma wacana membuat diri anda bahagia, ini yaitu pondasi dimana anda harus membangun seluruh kehidupan anda. Jika anda pernah berharap untuk bebas membuat kehidupan yang anda hasratkan, berarti ini yaitu sebuah kiprah yang harus dilakukan dengan serius.

Jika anda tidak melakukannya, maka anda cuma bisa berharap kurangnya rasa percaya diri anda tidak semakin memburuk dikala anda semakin sampaumur hingga akhirnya anda menjadi belahan dari kelompok orang yang tidak bahagia, atau bahkan melaksanakan bunuh diri.

Salah satu cara terbaik untuk meningkatkan rasa percaya diri yaitu dengan mengetahui bagaimana rasa percaya diri yang rendah itu terjadi dan bagaimana itu menampakkan dirinya pada orang lain. Baru kemudian anda akan bisa melihat apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan level rasa percaya diri.

Pada Awalnya

Ada tiga penyebab utama dari kurangnya rasa percaya diri:

  • Yang pertama yaitu serangkaian konsep, kepercayaan, dan nilai-nilai yang merendahkan diri sendiri, yang anda terima dari orang bau tanah anda.
  • Yang kedua yaitu serangkaian konsep dan analisis contohnya penempatan kejuruan dan test IQ yang keliru dan menyimpang, yang terima dari para guru selama bersekolah.
  • Yang ketiga berakar dari pengkondisian religius negatif yang memperlihatkan pemfokusan berlebihan pada rasa bersalah dan tidak berharga.

Meski ada banyak faktor lain yang berkontribusi terhadap rasa percaya diri yang rendah, namun ketiga faktor diatas yaitu yang paling penting.  Dan tips kali ini akan membahas faktor yang pertama.

Sejauh ini, satu faktor yang paling berkontribusi terhadap rasa percaya diri kita yang rendah yaitu kurangnya rasa percaya diri dari orang bau tanah kita. Itu benar, terutama dari ibu kita, orang yang biasanya paling bersahabat dan paling banyak menghabiskan waktu dengan kita.

Karena orang sampaumur itu umumnnya beroperasi dibawah konsep-konsep, nilai, dan kepercayaan yang keliru, maka semua itu diturunkan kepada anak-anaknya melalui sikap, agresi dan reaksi mereka, ibarat penyakit yang menular.

Jika orang bau tanah kita merasa tidak bisa dan imperior, kita, sebagai anak-anaknya, akan merasa tidak berharga dan, sebagai akibatnya, tidak bisa untuk mengatasi problem disekolah, bahkan yang paling sederhana sekalipun.

Itu artinya, banyak sekali perkiraan "keliru" dari orang bau tanah kita menjadi "fakta-fakta" dari keberadaan kita. Penjelasan berikut ini akan membantu anda untuk melihat mengapa hal ini terjadi.

Dari dikala anda dilahirkan hingga berusia sekitar 5 tahun, otak anda berkembang dengan sangat cepat. Periode perkembangan yang pesat ini oleh para psycholog disebut sebagai “imprint period.”

Selama masa ini, otak anda mendapatkan kesan-kesan penting dan permanen, yang membantu pembentukan tingkah contoh anda.

Nah, dari situ anda segera bisa melihat bahwa kalau salah satu atau kedua orang bau tanah menderita rasa percaya diri yang kurang selama masa ini, betapa mudahnya hal itu mungkin akan diserap oleh pikiran belum dewasa yang masih sangat gampang untuk dipengaruhi.

Rasa percaya diri yang rendah dimulai dikala anda membuat kesalahan pertama dan di cap sebagai "anak nakal." Anda salah mengartikan hal ini dan merasa bahwa anda "nakal" saat, dalam realitasnya, hanya aksi-aksi anda yang "nakal."

Fakta yang bahu-membahu dalam problem ini yaitu bahwa tidak ada yang namanya "anak nakal." Satu-satunya penyebab dari tingkah laris "nakal" dari setiap anak yaitu alasannya kurangnya kesadaran mereka terhadap apa-apa yang memperlihatkan hasil positif.

Memang benar, ada hal-hal tertentu yang seharusnya dilarang dilakukan oleh anak-anak, hal-hal dimana agresi kedisplinan akan diperlukan. Tapi hal-hal ini, pada diri mereka sendiri, tidak pernah membuat anak tersebut menjadi "nakal."

Dengan menyampaikan pada anda bahwa anda yaitu seorang "anak nakal," berarti anda di identikkan dengan tingkah laris anda, dan bukan hanya tingkah laris anda yang dikala itu anda pilih untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anda yang dominant.

Jika anak tersebut tidak memahami hal ini dan percaya bahwa intinya beliau yaitu seorang anak yang nakal, maka beliau akan membuatkan perasaan tidak berharga dan rendah diri, yang akan diprogram ke dalam pikiran bawah sadarnya.

Perasaan ini akan mewujudkan dirinya dalam bentuk rasa malu, mengutuk diri, menyesal, dan yang terburuk dari semuanya, rasa bersalah.

Rasa percaya diri yang rendah atau negatif itu akan berkembang lebih lanjut melalui kebiasaan suka merendahkan diri dengan cara membanding-bandingkan.

Saat orang bau tanah membandingkan seorang anak dengan kakak, adik, atau terutama, seseorang diluar lingkungan keluarganya, maka perasaan rendah diri pada anak tersebut semakin memburuk.

Hingga beliau hingga pada keputusan untuk mendapatkan kelemahannya tersebut sebagai belahan dari dirinya, dimana beliau selalu membandingkan diri dengan belum dewasa lain seusianya yang beliau kagumi.

Percaya bahwa mereka telah diberkahi dengan kekuatan, kemampuan, populeritas, dan keyakinan diri yang jauh lebih banyak dibanding dirinya, sehingga rasa rendah diri yang merusak itu telah menguasai dirinya.

Jika orang bau tanah mau menahan kritikan dan menggantinya dengan kalimat-kalimat yang memperlihatkan dorongan misalnya, "Kamu terlalu baik untuk melaksanakan hal ibarat itu," maka jenis pemrograman negatif ibarat diatas umumnya bisa dicegah.

Kurangnya ratifikasi atau penghargaan terhadap keunikan belum dewasa yaitu kekeliruan para orang bau tanah berikutnya. Orang bau tanah umumnya kurang menghargai perasaan, hasrat, dan opini anak-anaknya,  menolak mereka dengan kata-kata misalnya, "Anak-anak tahu apa!" dan "Orang bau tanah jauh lebih tahu!"

Seringkali, para orang bau tanah menganggap ketidak-setujuan sebagai penghinaan atau ketidak-hormatan terhadap diri mereka. Para psycholog terkemuka sepakat bahwa perilaku ini yaitu akhir dari kurangnya rasa percaya diri dari para orang bau tanah yang mewujudkan diri dalam bentuk kebutuhan untuk selalu merasa benar.

Adalah sebuah fakta yang mengganggu bahwa sejumlah besar orang bau tanah mengarahkan kehidupan mereka melalui anak-anaknya. Mereka menetapkan bahwa anak-anaknya harus menjadi semua yang dulu mereka cita-citakan, dengan memaksakan belum dewasa diatas kemampuannya.

Mereka ingin mimpi-mimpinya yang tidak terwujud menjadi kenyataan melalui anak-anaknya. Tentu, ini dilakukan dengan mengorbankan sang anak.

Apa yang tidak disadari oleh para orang bau tanah yang ibarat itu yaitu bahwa anak tersebut tidak bisa memenuhi standard mereka yang sangat tinggi alasannya beliau belum membuatkan atau bahkan belum mempunyai kepasitas emosi, mental, atau fisik untuk melakukannya.

Penampilan fisik, yang pengaruhnya jauh lebih besar dari yang disadari, yaitu juga salah satu penyebab utama dari kurangnya rasa percaya diri. Sejumlah anak menderita secara fisik, mental, dan emosional alasannya penampilan fisik yang tidak biasa atau normal.

Dengan terus menerus memusatkan perhatian mereka akan hal tersebut dan menyampaikan pada mereka bahwa mereka "terlalu gendut," "terlalu tinggi," "terlalu lambat," dan lain-lain, maka mereka akan membuatkan perasaan rendah diri yang sulit untuk diatasi.

Sebagian orang bau tanah lainnya terlalu memandang tinggi terhadap uang dan harta. Anak-anak di identifikasikan dengan ini dan terpenjara oleh sebuah gaya hidup materialistis, yang menuntut mereka supaya berjuang dan berusaha keras untuk kesuksesan materi.

Hingga dikemudian hari, dalam kehidupannya, sang anak seringkali menikah alasannya uang, dan harus membayar dengan harga yang sangat tinggi atas apa yang mereka dapat.

Jika evaluasi yang tinggi ditempatkan pada uang dan harta, maka yaitu hal yang tidak biasa bagi anak untuk tumbuh dengan menghabiskan uang yang tidak dimilikinya, untuk membeli banyak sekali hal yang tidak dibutuhkannya, supaya bisa mengesankan orang yang tidak beliau kenal.

Sama ibarat materialisme yang merusak persepsi sang anak terhadap nilai diri yang sesungguhnya, beliau jadi bertekad untuk menjalani kehidupan yang mengejar kekayaan hanya untuk menutupi rasa percaya dirinya yang rendah.

Tips sebelumnya menjelaskan bagaimana para orang bau tanah umumnya lalai untuk membuatkan kepercayaan diri pada para keterunannya. Orang bau tanah yang terlalu keras, terlalu bebas, atau terlalu posesif, mereka itulah yang biasanya mengubah anak-anaknya menjadi pincang secara emosional.

Karena sangat kekurangan motivasi yang diharapkan untuk menghadapi banyak sekali situasi kehidupan dengan penuh keyakinan diri dan ketenangan, belum dewasa jadi menunda dan mengambil jalan yang paling sedikit pertentangannya.

Kurangnya kepercayaan diri memperburuk perasaan tidak mampu, yang akhirnya juga membentuk dasar dari rasa percaya diri yang rendah.

Berbeda dengan kepercayaan umum, membesarkan anak melalui sistem yang sebagian besar berlandaskan pada hadiah dan eksekusi itu dijamin akan menjadikan rasa percaya diri yang rendah.

Anak-anak harus di ijinkan untuk membuat kesalahan yang diharapkan supaya mereka bisa mencar ilmu dari kesalahan tersebut tanpa perlu merasa takut akan hukuman.

Begitu beliau sudah bisa mengambil pelajaran dari kesalahannya tersebut, maka biasanya, beliau tidak akan pernah lagi mengulanginya. Dia akan tahu bahwa, apapun yang beliau lakukan, beliau sendiri yang akan menerima nikmatnya atau menderita akhir kesalahannya. Semakin cepat beliau menyadari ini, semakin baik!

Aspek paling merusak dari rasa percaya diri yang rendah yaitu bahwa kita mewariskannya dari satu generasi ke generasi. Berbagai penelitian secara tragis telah memperlihatkan bahwa kebiasaan bunuh diri itu menurun dalam garis keturunan.

Setelah apa yang gres saja anda baca, hal ini seharusnya tidak lagi membuat anda terkejut. Sebab sangat gampang untuk melihat bahwa, kalau rasa percaya diri yang rendah itu diwariskan, maka dalam beberapa kasus, jadinya bisa sangat fatal.

Selain meracuni belum dewasa kita dengan rasa percaya diri yang rendah, kita juga cenderung untuk meracuni siapapun yang berafiliasi dengan kita.

Jika kita berada dalam sebuah posisi untuk mempengaruhi orang lain, contohnya guru atau pemimpin, maka kita bisa menularkan penyakit ini pada mereka yang memandang kita untuk menerima kepemimpinan atau inspirasi.

Secara tidak disengaja, mereka akan mencicipi rendahnya rasa percaya dan evaluasi diri kita, serta mulai mengambil belahan dalam apa yang mereka indentikkan dan hubungkan dengan kita.

Rasa percaya diri yang kurang itu punya banyak bentuk atau kecanduannya. Ini bisa digambarkan sebagai cara atau kebiasaan yang kita kembangkan untuk berlari dari banyak sekali tuntutan hidup sehari-hari. Mereka menjadi alibi yang mengijinkan kita untuk sejenak menghindar dari keharusan menghadapi realitas diri.

Kecanduan terparah yang kita pilih yaitu berafiliasi langung dengan perasaan tidak bisa dan takut kita akan keharusan untuk menilai apa dan siapa diri kita. Orang yang kecanduan memakai alibinya untuk menutupi rasa percaya dirinya yang rendah yang beliau tidak ingin diketahui oleh orang lain.

Kecanduan Utama dari Orang yang Kurang Percaya Diri

1. Menyalahkan dan Mengeluh

Kita menyalahkan orang lain dan mengeluh pada dan mengenai mereka kerena kita menolak untuk mendapatkan fakta bahwa bahu-membahu kita sendiri yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada diri kita.

Memang lebih gampang untuk menyalahkan orang lain dibanding mengatakan, "Masalahnya ada pada diriku" atau, "Diriku lah yang harus berubah." Orang yang hobinya mengeluh dan menyalahkan orang lain itu bahu-membahu merasa tidak mampu, kemudian mencoba meningkatkan harga dirinya dengan cara merendahkan orang lain.

2. Mencari Kesalahan

Kita mencari kesalahan orang lain alasannya mereka tidak mau mendapatkan atau menentang nilai-nilai yang kita menetapkan untuk diri sendiri. Kita ingin menutupi perasaan tidak bisa kita dengan cara mencoba membuat diri kita menjadi benar dan membuat mereka menjadi salah.

Coba perhatikan bahwa seringkali kita tidak menyukai dikala mereka melaksanakan hal-hal yang paling tidak kita sukai dari diri sendiri. Akibatnya, dikala kita menemukan kesalahan dalam aksi-aksi mereka, kita mengatakan, "Aku tidak suka diri ku melaksanakan itu, dan saya tidak akan membiarkan mu melakukannya."

Secara psychologis itu memang benar bahwa kita cenderung tidak menyukai kelemahan atau kesalahan orang lain yang kita miliki juga di dalam diri sendiri.

3. Membutuhkan Perhatian dan Persetujuan

Banyak orang yang merasa sangat butuh perhatian dan persetujuan. Mereka tidak bisa mengakui dan menghargai diri sendiri sebagai seseorang yang berharga dan mampu. Mereka sangat butuh untuk selalu dikonfirmasi bahwa mereka "OK," dan bahwa orang lain mendapatkan serta menyetujui mereka.

4. Tidak Punya Teman Dekat

Orang yang tidak percaya diri itu biasanya tidak mempunyai teman-teman dekat.

Karena mereka sendiri tidak menyukai dirinya, maka mereka biasanya menentukan untuk hidup menyendiri atau terpisah dari orang lain, atau memperlihatkan perilaku bermusuhan dan menjadi aggresif, ingin menang sendiri, mengkritik dan menuntut.

Tidak satupun dari jenis kepribadian ini yang aman untuk persahabatan.

5. Aggresif Merasa Perlu untuk Menang

Jika kita punya obsesi untuk selalu merasa menang atau benar, berarti kita menderita suatu penyakit yang membuat kita merasa sangat perlu untuk menandakan diri pada orang disekitar.

Kita mencoba melakukannya melalui pencapaian-pencapaian kita. Motivasi kita selalu yaitu untuk merasa diterima atau disetujui. Tujuannya utamanya yaitu untuk menjadi "lebih baik" dari orang lain.

6. Sangat Mencandu

Orang yang "tidak bisa hidup dengan dirinya sendiri" alasannya tidak menyukai apa adanya diri mereka, biasanya mencoba untuk memuaskan kebutuhannya melalui sebuah bentuk kompensasi.

Karena merasa sangat kekurangan dan menderita, mereka mencari "candu" fisik maupun mental untuk mengurangi rasa sakit. Mereka mengobati dirinya dengan makanan, obat-obatan, alcohol, rokok, atau menerima pemuasan sensual yang temporer. Secara temporer, ini membuat mereka bisa menutupi penderitaan emosional dan rasa percaya diri yang rendah.

Sangat mencandu yaitu untuk mengkompensasi perasaan ditolak. Secara temporer itu memperlihatkan mereka penangguhan dari keharusan untuk menghadapi realitas dan perkembangan yang diharapkan untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan mereka.

7. Depresi

Kita menjadi depresi alasannya kita mengira sesuatu diluar diri kita lah yang menghambat kita dari mendapatkan apa yang kita inginkan. Kita menjadi sangat kecewa terhadap diri sendiri alasannya kita merasa tidak berdaya, tidak bisa dan tidak berharga.

Rasa putus asa dan risau dalam mencoba untuk hidup diatas pengharapan kita sendiri dan orang lain menimbulkan kita menjadi kurang percaya diri.

8. Serakah dan Egois

Orang menjadi serakah dan egois alasannya beliau merasa sangat kekurangan. Dia terjebak dalam kebutuhan dan hasratnya sendiri yang harus dipenuhi dengan cara apapun alasannya kurangnya penghargaan terhadap diri sendiri.

Mereka jarang punya waktu atau ketertarikan untuk menjadi perhatian terhadap orang lain, bahkan terhadap orang-orang yang dicintainya.

9. Tidak Punya Pendirian dan Menunda

Rasa percaya diri yang rendah seringkali ditemani dengan rasa takut yang berlebihan terhadap kekeliruan. Karena takut bahwa beliau mungkin tidak melaksanakan apa yang "seharusnya" beliau atau orang lain ingin beliau lakukan, biasanya beliau tidak melaksanakan apapun, atau, setidaknya, menunda untuk melaksanakan apapun selama mungkin.

Dia enggan untuk membuat keputusan alasannya merasa bahwa beliau tidak bisa untuk membuat keputusan yang "benar." Jadi, beliau tidak melaksanakan apapun, beliau tidak bisa membuat kesalahan.

Jenis lain dari orang yang termasuk dalam kategori ini yaitu orang yang perfeksionis. Dia mempunyai contoh kepribadian yang serupa, hanya saja beliau selalu merasa perlu untuk menjadi "benar."

Karena intinya merasa tidak aman, beliau bermaksud untuk menghindari kritikan. Dengan cara ini, beliau bisa merasa "lebih baik dari" mereka yang, berdasarkan kriterianya, kurang perfect dibanding dirinya.

10. Membual

Mereka yang membual merasa "lebih rendah dibanding" orang-orang disekitarnya. Untuk mengatasi ini, mereka seringkali membual, membesar-besarkan, atau melebih-lebihkan perilaku gugup ibarat itu dengan bunyi yang keras atau memaksakan diri untuk tertawa, atau memakai kekayaannya untuk mengesankan orang lain.

Mereka tidak akan membiarkan orang lain tahu apa yang sesungguhnya mereka rasakan mengenai diri sendiri, dan dalam perjuangan untuk menyembunyikan rasa mindernya, membual untuk menipu orang lain (sehingga mereka mengira) dari melihat diri mereka ibarat apa adanya.

11. Mengasihani Diri

Perasaan mengasihani diri atau tanda-tanda "malangnya diriku" yaitu akhir dari ketidak-mampuan untuk mengambil kendali atas kehidupan kita. Sehingga kita harus membiarkan diri untuk berada dalam belas kasihan orang lain, situasi, dan kondisi, dan selalu merasa di desak, dengan satu atau banyak sekali cara.

Kita mengijinkan orang lain untuk membuat kita merasa kesal, terluka, mengkritik dan membuat kita merasa murka alasannya kita mempunyai kepribadian yang bergantung, mengandalkan dan menyukai perhatian serta simpati.

Kita seringkali memakai penyakit sebagai cara untuk mengontrol orang lain alasannya kita sudah tahu bahwa ada kekuatan yang besar dalam memainkan rutinitas kelemahan. Saat kita menderita suatu penyakit, orang lain akan merasa kasihan dan memperlihatkan apa yang kita inginkan.

12. Bunuh Diri

Ini yaitu bentuk pengkritikan diri yang terparah. Orang yang melaksanakan bunuh diri itu bahu-membahu tidak sedang mencoba untuk lari dari dunianya, melainkan lari dari dirinya sendiri; dirinya yang telah beliau tolak dan rendahkan.

Bukannya mencari cara untuk mengatasi kondisi tersebut, yang menjadi akar dari permasalahan, mereka malah merasa terluka dan benci serta mencari cara untuk "mengakhiri semuanya." Masalah mereka, tentu saja, yaitu rasa percaya diri yang rendah.


Baca Juga: Cara Masuk Server Premium PB Garena - Sangat Mudah

No comments:

Post a Comment